Globalisasi adalah sebuah istilah yang dikenal pertama kali oleh wartawan Theodore Levitt pada tahun 1980-an. Istilah tersebut sampai sekarang masih terus diperdebatkan di kalangan akademis dan dunia pemerintahan, baik nasional maupun internasional.
Teori Globalisasi
Kendati ada berbagai versi teori globalisasi, terdapat kecenderungan di hampir semua teori tersebut untuk menjaga jarak dramatis dari fokus di Barat dan menelaah tidak hanya proses-proses tradisional yang mengalir ke berbagai penjuru, namun juga dapat batas-batas tertentu, yang otonom dan independen dari bangsa atau wilayah perang (Appadurai, 1996). Menurut George Ritzer, globalisasi dapat dianalisis secara budaya, ekonomis, politis, dan/atau institusional. Pada masing-masing kasus, perbedaan utamanya dalah apakah orang melihat semakin besarnya homogenitas atau heterogenitas. Kecenderungan kearah homogenitas sering kali diasosiasikan dengan imerialisme internasional dari kebudayaan tertentu. Ada berbagai imperialisme budaya termasuk yang menekankan peran kebudayaan Amerika (Kuisel, 1993; Ritzer, 199, 2000), Barat (Giddens,1990), atau negara-negara inti (Hannerz,1990). Namin Robertson (1992) menentan gagasan ini, meskipun ia tidak menggunakan istilahnya imperialisme budaya, melalui konsepnya yang terkenal dengan istilah globalisasi. Konsep globalisasi ini melihat yang global berinterkasi dengan yang lokal untuk menghasilkan sesuatu yang khas sifatnya, yaitu glokal. Pandangan yang menegaskan heterogenitas budaya seperti itu tidak hanya dari Robertson, beberapa orang lainmenegaskan hal yang sama termasuk Garcia Cancilini (1995) dan Pieterse (1995). Yang dalam kategori umum ini adalah karya sarjana seperti Friedman (1994), yang menggambarkan dunia yang dicirikan oleh pasticbe budaya.
Pemikiran ilmu sosial yang memusatkan perhatian pada faktor-faktor ekonomi, seperti DR Mansour Fakih di atas, cenderung menitikberatkan faktor ekonomi dan efek homogenesis faktor-faktor tersebut bagi dunia. Pada umumnya mereka melihat globalisasi sebagai menyebarnya ekonomi pasar ke berbagai kawasan dunia. Contoh lain pemikir sosial jenis ini adalah George Stiglitz, ekonom pemenang hadia Nobel dan mantan ketua Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Amerika Serikat pada masa Bill Clinton, mengemukakan kritik IMF karena peran mereka dalam memperburuk, ketimbang memperbaiki, krisis ekonomi global. Stigliz memberi argument yang meyakinkan akan pentingnya reformasi lembaga-lembaga dunia PBB,IMF, dan Bank Dunia, juga perjanjian-perjanjian perdagangan internasional dan peraturan tentang kekayaan intelektual supaya lembaga-lembaga itu benar-benar mampu menjawab permasalahan masa kini. Stiglitz mengecam IMF dan lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya yang tidak sungguh-sungguh berupaya untuk membanti negara-negara miskin agar bisa keluar dari masalahnya dan sebaliknya banya menawarkan solusi "satu untuk semua" yang terbukti gagal menyelesaikan masalah-masalah spesifik dari negara-negara miskin tersebut.
KonsesnsusWshington, 10 formula yang diracik ekonom John Williamson pada tahun 1987-1988 diadopsi oleh institusi-institusi keuangan terkemuka seperti IMF, Bank Dunia, dan Departemen Keuangan Amerika Serikat sebagai resep untuk memulihkan kesehatan ekonomi sebuah negara tatkala mengalami kelumpuhan. Hal itu ditolak oleh Stigitz. Ia berpendapat bahwa negara-negara yang patuh mengikuti resep tersebut justru sulit bangkit dari keterpurukan ekonomi. Stiglitz menekankan pentingnya kebiajakn yang lebih terpila-pilah di IMF dan organisasi ekonomi global lainnya. Bentuk heterogenitas lain pada ranah ekonomi antara lain komodifikasi budaya lokal dan adanya spesialisasi yang fleksibel sehingga memungkinkan dihasilkannya beragam produk yang bisa memenuhi kebutuhan bermacam spesifikasi lokal. Lebih umum lagi, mereka yang menekankan heterogenisasi berargumen bahwa interaksi pasar global dengan pasar lokal menyebabkan terciptanya pasar glokal unik yang mengintegrasikan permintaan pasar global dengan realitas pasar lokal. Orientasi politis atau institusional juga menekankan homogenitas atau heterogenitas. Contoh dari mereka yang menggunakan prspektif homogenisasi pada wilayah ini antara lain Meyer et al. (1997), yang berfokus pada penyebaran model negara bangsa keseluruh dunia dan munculnya berbentuk-bentuk pemerintahan sejenis di seluruh dunia. Lebih besar lagi, Keohane dan Nye (1989) memusatkan perhatiannya pada pengaruh global berbagai institusi. Habsbawn and Appadurai melihat tumbuhnya institusi dan organisasi tradisional telah menggerogoti kekuasaan negara bangsa dan struktur sosial lain yang lebih bersifat lokal dalam menciptakan perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Hardt dan Negri dalam bukunya yang berpengaruh besar, Empire, mendiskusikan kemunculan bentuk kedaulatan imperial global baru yang terlepas dari bangsa manapun namun menjalankan kontrol yang semakin kuat terhadap semua bangsa dan orang-orang yang ada di dalamnya. Mereka menitikberatkan pada perkembangan sistem konstitusi supra nasional baru. Salah satu pandangan paling ektrem dalam homogenisasi ranah politik adalah pemikiran Barber(1995) tentang "McWorld," atau tumbuhnya orientasi politik tunggal yang semakin berkuasa di seluruh dunia. Pandangan Barber tentang McWorld tidak terbatas pada politik; ia melihat banyak ranah lain mengikuti model McWorld. Menurutnya, jihad sebagai perspektif alternatif yang melibatkan kekuatan politik lokal,etnis, dan reaksioner (termasuk "negara-negara kuno") yang berdampak pada tebangunnya nasionalisme dan membawa ke arah heterogenitas politik di seluruh dunia. Wujud heterogenitas tersebut antara lain berupa bangunan politik glokal unik yang lahir dari interaksi McWorld dengan Jihad. Bangunan politik tersebut mengintegrasikan elemen-elemen McWorld (misalnya, penggunaan Internet untuk menggalang dukungan) dengan yang Jihad (misalnya, penggunaan gagasan-gagasan dan retorika tradisional). Sekali lagi, teori globalisasi sangat dipengaruhi oleh pemikiran mengenai globalisasi sangat dipengaruhi oleh pemikiran mengenai homogenisasi dan heterogenisasi.
gambar globalisasi |