Keindahan (beautya) mengisi beragam
dunia mulai dari mikrokosmos sampai pada makrokosmos. Tema "Kosmo"
mengandung pengertian tertib sebagai lawan kata "chaos". R.E. Brennan
(1959) menyatakan bahwa seni keindahan itu berada pada ketertibannya,
pada pesona susunan dari seluruh bagiannya, dan pada sifat kegenapannya.
Keindahan itu berada pada deburan ombak yang memecah, berada pada
gemerciknya air mengalir, berada pada kelap kelipnya bintang dan
contoh-contoh lain yang tidak terhingga banyaknya. Sejumlah contoh keindahan di dalam alam dan budaya kehidupan dan
penghidupan masyarakat itu membekas dalam diri seniman. Timbullah proses
peniruan alam dalam dirinya, dan dalam rangka berkomunikasi dengan
sesamanya, maka terciptalah seni lukis, seni pahat, seni sastra, seni
musik, dan sejumlah seni lainnya. setiap seni menyampaikan pesan
(encoding) dengan masing-masing cara sesuai dengan karakteristiknya. Ada
penikmat yang dapat membaca pesan itu dan ada yang belum, tergantung
pada kepekaan seni dan keindahan didalam dirinya.
Keindahan dapat mengundang keharuan, betapa tidak setiap yang indah
memiliki ketertiban, setiap yang tertib penuh dengan informasi, sesuatu
yang penuh dengan informasi akan memiliki spektrun yang luas untuk
berkomunikasi dengan manusia melalui sensibilitas yang dimilikinya.
Dalam diri manusia telah terakumulasi sejumlah memori dari yang manis
sampai yang pahit, asin sampai hambar, panas sampai dingin, susah sampai
senang, santai sampai serius, takut, sampai berani, memuaskan sampai
mengecewakan, menyelamatkan sampai mencelakakan, dan space-space lainnya
berdasarkan spektum pengalaman hidupnya.
selain memori-memori tersebut dalam diri manusia tersimpan pula
angan-angan yang sementara diperjuangkan dalam kehidupannya. Apabila
terjadi persesuaian dalam bentuk koherensi antara obyek seni dengan
memori atau angan-angan dari subyek sebagai penikmat seni, maka gejala
penyesuaian itu membangkitkan resonansi dalam diri manusia. Gejala resonansi ini terbangkit karena frekuensi getar dari obyek seni
yangpersis sama dengan penikmat seni, maka melalui empati dan simpati,
dapat saja siapapun yang mendengarkan cerita bersambung dari radio, atau
melihat sinetron dari televisi, atau menghayati cerita sinrilik atau
pakacaping akan "trenyuh" sambil meneteskan air mata, atau cerita heroik
perjuangan pahlawan nasional seperti Sultan Hasanuddin, panglima besar
Jenderal Sudirman, Pangeran Diponigoro, dan lain-lain.
Akan tetapi keindahan bagi masing-masing orang terkadang apresiasinya
tergantung pada pribadi yang bersangkutan, oleh karena disebabkan
sesuatu yang diapresiasi dapat dikatakan indah namun orang lain
menganggapnya tidak indah, demikian pula sebailknya. itulah karya seni
yang titik tolaknya tergantung persepsi atau rasionilitas seseorang yang
menilainya. Misalnya orang yang melukis melalui bahan berbentuk powder berwarna lalu
ia memakan atau memasukkan kedalam perutnya secara teratur dan dikocok
dengan caranya sendiri lalu kemudian dimuntahkannya dan kemudian muntah
itu diatur dan ditata sampai membentuk sebuah karya seni lukis yang
indah, dan ini bagi orang lain jarang atau sulit untuk dapat
melakukannya. Dari segi lukisannya jelas memiliki keindahan demikian
pula dari proses menghasilkan karyanya itu juga cukup unik dan itulah
keindahan seni membuat kerya lukisan yang dilakukannya.
Pada kondisi ini orang dapat bertanya dimana nilai seninya?. Bagi yang
membuat karya ini terlepas dari bahan dasar yang dipakainya melukis,
menurutnya hasil karyanya indah bahkan lain dari pada yang lain dan
baginya ada kepuasan tersendiri namun bagi orang lain mungkin menjijikan
sehingga melihatnya saja tidak mau apalagi menikmati nilai seninya.
Pertanyaannya bagaimana dengan anda apabila menemukan cara unik dalam
menghasilkan karya seni, itu tentu kembali kepada masing-masing pribadi
apa lagi jika seni yang di maksud dalam arti luas, pasti akan beragam
karya seni yang dihasilkan.
Demikian artikel tentang Filosofi Seni dan Keindahan, semoga bermanfaat.