Suatu gejala besar yang bentuknya makin lama makin jelas di bidang hubungan internasional ialah kesenjangan raksasa yang makin membesar antara negara-negara maju dan Negara-negara berkembang: bangsa-bangsa yang kaya dan miskin. Di seluruh dunia berkembang revolusi meningkatnya harapan dengan cepat dikejar oleh revolusi meningkatnya kekecewaan. Dunia berkembang dihadapi oleh bermacam-macam krisis----pertumbuhan penduduk yang sangat cepat meningkat, berlipat-gandanya perkampungan dan pedesaan miskin, keonaran SARA, agitasi politik, yang diikuti dengan represi pemerintah, perang saudara, korupsi, hilangnya nilai-nilai tradisional, inflasi, utang yang bertambah dan berkurangnya pendapatan devisa.
Bila kita melihat fakta kita menemukan bahwa kebanyakan Negara berkembang telah menjadi lebih miskin, tidak hanya dibandingkan dengan pertumbuhan dinamik Negara-negara kaya tetapi dalam arti yang mutlak. Suatu gejala yang terdapat di kebanyakan Negara berkembang dalam bidang dalam negerinya yaitu yang kaya menjadi makin kaya, dan jurang antara yang kaya dan yang miskin terus melebar dan jumlah orang yang hidup dibawah batas kemiskinan terus bertambah dari sepertiga menjadi dua pertiga penduduk---sedang terulang pada tingkat internasional. Kira-kira dua pertiga ummat manusia, termasuk mayoritas Negara yang besar, adalah sangat miskin, dan selagi kita bergerak menuju akhir abad kedua puluh kita menuju ke suatu keadaan di mana dunia mungkin terbagi menjadi suatu golongan minoritas yang terdiri atas 20 sampai 30 persen orang dari yang agak sampai yang sangat kaya dan segolongan mayoritas dari 70 sampai 80 persen yang bagi mereka kelaparan, penyakit, kebodohan, dan kekecewaan pribadi telah menjadi hukum yang keras bagi kehidupan sehari-hari mereka.
Tiga puluh tahun setelah penandatanganan Piagam PBB, yang meluncurkan suatu usaha untuk mendirikan suatu tertib internasional baru, seperti yang dikemukakan oleh Deklarasi Cocoyoc, tertib itu sedang mencapai titik-balik yang kritis. Harapannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk seluruh keluarga ummat manusia pada umumnya tetap belum tercapai. Pada waktu ini ada lebih banyak orang yang lapar, sakit, tuna-wisma, dan buta huruf daripada ketika PBB pertama didirikan. Masyarakat dunia telah gagal untuk menyediakan “suatu kehidupan yang aman dan bahagia bagi penduduknya yang makin bertambah.”
Meningkatkan keberdikarian nasional adalah dasar yang harus digunakan untuk membangun perkembanagan dalam strategi apa pun. Keberdikarian bukan berarti anarki. Ia berarti bahwa bangsa dapat memuaskan kebutuhan dasarnya dengan suatu pemerataan sumber-sumber dunia secara tegas. Tetapi kepercayaan terutama harus diletakkan pada sumber-sumbernya sendiri---alam dan manusia. Ketergantungan pada pengaruh-pengaruh dan kekutan dari luar pada akhrnya akan membawa tekanan-tekanan politik dan pola-pola perdagangan yang eksploitatif.
Teknologi yang tidak di impor secara borongan tetapi secara yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan niscaya akan mengakibatkan suatu desentralisasi ekonomi dunia dan kadang-kadang juga ekonomi nasional. Tetapi ini tentu saja akan membutuhkan partisipasi yang lebih dari bangsa-bangsa dan kerja sama internasional yang makin bertambah. Sebenarnya, untuk mengejar sasaran keberdikarian nasional dengan tujuan untuk mencipatakan perkembangan masyarakatnya suatu system politik bahkan mungkin perlu atau bijaksana untuk melepaskan diri, walaupun untuk sementara, dari system ekonomi internasional.
Barangkali tidak mungkin memperkembangkan keberdikarian melalui partisipasi penuh dalam suatu system yang mengekalkan ketergantungan ekonomi. Suatu usaha seperti ini pasti akan ditentang oleh mekanisme pasaran internasional yang ada yang cenderung akan mempergunakan bermacam-macam manupulasi ekonomi--- mulai dari menarik atau menahan kredit, mengenakan embargo dan sanksi-sanksi ekonomi, menggunakan badan-badan intelligence untuk melakukan subversi, mempergunakan represi, termasuk siksaan, operasi-operasi counter intelligence, sampai intervensi besar-besaran. Sebenarnya memang perlu sekali ada kewaspadaan di fihak Negara-negara baru---suatu kewaspadaan terhadap aktivitas mereka yang secara ekonomi dan politik lebih kuat. Karena itu suatu Negara-bangsa yang kuat dan swatantra (otonom) akan merupakan landasan yang layak bagi pengembangan suatu system internasional yang baru.
Varma, SP. 2010. Teori Politik Modern. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada